1.17.2009

Seperti yang telah kita banyak ketahui, bahwa inti dari permasalahan kerjasama dalam proses menajemen adalah komunikasi yang efektif. Apabila dalam suatu divisi disuatu perusahaan, memiliki individu – individu yang tidak memiliki kemampuan berkomunikasi yang efektif, biasanya kerjasama yang diharapkan sulit tercapai. Komunikasi merupakan faktor penting bagi keberhasilan suatu tim dalam bekerjasama. Jika setiap anggota dalam suatu tim dapat berkomunikasi dengan baik dan efektif, maka tim tersebut memiliki kesempatan yang lebih baik untuk berhasil dalam bekerjasama.

Komunikasi dapat dikatakan efektif, apabila pihak yang sebagai lawan berkomunikasi dapat menerima informasi yang disampaikan, memahami, mengingat dan yang paling menentukan adalah menanggapi atau memberikan feedback dari informasi yang diperolehnya. Apabila dalam berkomunikasi salah satu dari empat faktor ini tidak terjadi, maka kemungkinan besar komunikasi yang efektif tidak dapat terjadi pula. Dengan adanya kondisi semacam itu maka tim tersebut hanya membuang – buang waktu saja dan mudah terpecah– pecah serta komitmennya lemah.

Untuk menciptakan komunikasi yang efektif, perlu ditingkatkan kemampuan dalam setiap individu dalam bagaimana menyampaikan informasi dan mendengarkan aktif. Dari dua faktor tersebut sebagian besar keterampilan mendengarkan aktif kurang sekali diperhatikan, baik itu dari pihak pemberi informasi maupun penerima informasi.

Dalam setiap tim kemampuan mendengarkan aktif sangatlah mutlak harus dikuasi. Kebanyakan dari kita dalam berkomunikasi hanya memikirkan pada bagaimana menyampaikan pesan ataupun informasi, dan tidak pernah terfokus pada tanggung jawab kita juga akan sebagai penerima pesan.

Keterampilan mendengakan aktif

Komunikasi adalah suatu proses pemindahan informasi secara dua arah dari pihak pengirim ke pihak penerima, dan sebaliknya dari pihak penerima ke pihak pengirim. Dalam proses ini, apabila salah satu dari pihak tersebut tidak mendengarkan apa yang sedang dikomunikasikan, berarti tidak ada komunikasi. Oleh karena itu inti dari komunikasi adalah mendengarkan aktif. Aktif di sini adalah, bahwa dalam berkomunikasi kita tidak hanya berbicara dan mendengarkan apa yang sedang dikomunikasikan. Namun dalam berkomunikasi, agar dapat menghasilkan feedback yang sesuai dengan apa yang kita harapkan, kita perlu aktif dalam memperhatikan tingkah laku, sikap, intonasi dan lain sebagainya pada lawan bicara kita.

Kemampuan mendengarkan aktif ini sangat membantu dalam berkomunikasi, sebab apabila salah satu dari pihak yang berkomunkasi tidak memiliki teknik mendengarkan aktif, maka komunikasi itu akan terhambat bahkan mungkin tidak terjalin suatu komunikasi. Dengan mendengarkan secara aktif, kita dapat lebih memahami apa yang sedang dikomunikasikan oleh lawan bicara kita.

Untuk menerapkan teknik mendengarkan aktif dalam berkomunikasi, perlu diperhatiakan beberapa teknik penting yang harus kita kuasai agar membantu dalam berkomunikasi secara lebih efektif. Adapun teknik tersebut adalah :

Respon nonverbal















Respon nonverbal ini adalah suatu perbuatan atau sikap dalam bekomunkasi verbal dimana dalam penggunaannya akan meningkatkan kekuatan komunikasi. Sikap ini terkadang biasa disebut dengan bahasa tubuh (Body Language).

Meskipun demikian, dalam menggunakan teknik nonverbal ini, tanpa mendengarkan dengan sungguh – sungguh komunikasi pun juga tidak akan berjalan. Bahkan sikap ini akan merugikan, bila lawan bicara kita tahu bahwa kita tidak mendengarkan.

Komunikasi yang yang biasa kita lakukan sehari – hari, baik itu di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan sebagian besar menggunakan komunikasi nonverbal. Bahkan apabila kita sedang berbicara, komunikasi nonverbal masih tetap dipergunakan. Dengan menggunakan komunikasi nonverbal dalam berkomunikasi, kita dapat mempengaruhi anggota tim lainnya, dan merekapun dapat mempengaruhi kita tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Tabel berikut ini berisi beberapa contoh prilaku komuniksi nonverbal dan maknanya yang biasa ditangkap.

Parafrase







Parafrase adalah tekhnik mendengarkan aktif yang dapat membantu kita dalam memahami secara tepat apa yang diucapkan seseorang pada waktu berkomunikasi, serta menunjukkan bahawa kita pendengar yang penuh perhatian.

Dengan mempelajari dan menggunkan tekhnik ini secara teratur, kelak kita akan terhindar dari keharusan untuk memperjelas hal – hal yang menurut kita saat ini telah paham. (PB)



1.16.2009

BAB I
PENDAHULUAN



Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah suatu proses ketika seseorang memimpin (directs), membimbing (guides), memengaruhi (influences) atau mengontrol (controls) pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain
Ilmu diperlukan sebagai bekal untuk memimpin, sedangkan seni diperlukan untuk menerapkan ilmu tersebut sehingga pemimpin dapat berjalan dalam nuansa yang sejuk dan simpatik
Pengertian tersebut akan membekali kita dalam membicarakan tentang fungsi kepemimpinan dalam organisasi. Banyak hasil penelitian membuktikan bahwa secara psikologis terdapat hubungan yang tidak sederhana antara moral, etik, dan motivasi dengan produktivitas kerja.
Secara harfiah kepemimpnan tradisional dapat diartikan sebagai suatu kepemimpinan yang lahir di tengah-tengah masyarakat primitif atau masyarakat yang baru tumbuh. Dalam masyarakat yang primitif konsep kepemimpinan akan muncul sebagai suatu jawaban dari kondisi objektif yang mereka alami, ketika suatu persoalan hidup dan kehidupan mereka mengalami kemandegan.

BAB II
PEMBAHASAN


A. Dasar-Dasar Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam pengertian umum adalah suatu proses ketika seseorang memimpin (directs), membimbing (guides), memengaruhi (influences) atau mengontrol (controls) pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain. Dari pengertian umum tersebut dapat dipahami bahwa kepemimpinan merupakan tindakan atau perbuatan seseorang yang menyebabkan seseorang atau kelompok lain menjadi bergerak ke arah tujuan-tujuan tertentu.
a) Prof. Dr. Mr. Prajudi Atmosudirjo dalam bukunya yang berjudul beberapa pandangan umum tentang pengambilan keputusan, menulis kepemimpina sebagai berikut :
“Kepemimpinan adalah kepribadian seseorang yang menyebabkan sekelompok orang lain mencontoh atau mengikutinya. Kepemimpinan adalah kepribadian yang memancarkan pengaruh wibawa, sedemikian rupa sehingga sekelompok orang mau melakukan apa yang dikehendakinya”
b) Haiman, berpendapat bahwa kepemimpian adalah suatu proses dimana seseorang memimpin, membimbing, direfleksikan dengan jiwa seni. Seni berarti disini adalah yaitu indah dalam mempengaruhi, indah dalam membimbing, dan indah dalam mengarahkan. Kalau sudah demikian, Insya Allah hasil kepemimpinan itu pun akan indah dalam arti senang dan menyenangkan.


2. Pendekatan-Pendekatan Dalam Kepemimpinan
1) Pendekatan Emosional
Dalam proses kepemimpinan yang dinamis akan selalu ditemui interaksi antara yang memimpin dengan yang dipimpin atau antara atasan dan bawahan.
Meskipun akan terjadi reaksi tiap individu mungkin tidak sama, karena hal itu tergantung pada kepribadiannya masing-masing, namun pendekatan seperti itu diharapkan dapat membentuk sikap dan perilaku yang sama dalam memandang hal-hal normatif dalam kepemimpinan.
2) Pendekatan Kelompok.
Kepemimpinan akan lebih bergensi apabila tercantum di dalamnya dapat berlangsung dalam dinamika kompetensi yang sehat dan teratur. Dalam pendekatan kelompok, kepemimpian seseorang emang tengah diuji, apakah proses adaptasi atau pengenalan dirinya telah berjalan sesuai dengan prosedur, sehingga mempunyai korelasi dengan tahap asimilasi (saling mengenal) dan selanjutnya dapat mengorbit (memasuki) kawasan integrasi (penyatuan diri).

3. Sebab-Sebab Timbulnya Pemimpin
Berdasarkan analisis emphiris dapat dikemukakan bahwa ada beberapa penyebab timbulnya leader atau pemimpin dalam perkembangan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat baik tradisional maupun modern, kehadiran seorang pemimpin mutlak diperlukan, karena pemimpin lahir sebagai pengayom dan pelindung dari kelompok di mana dia berada. Secara psikologis antara pemimpin dan yang dipimpin saling memerlukan, baik untuk pengembangan kebudayaan maupun untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi dirinya.
Adapun yang mempengaruhi timbulnya pemimpin, dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut :
a) Sebagai Polarisasi dari Anggota-anggota Kelompok
b) Sebagai Pencerminan Kemampuan Seseorang.
c) Sebagai jawaban dari faktor-faktor kondisional dan Situsional.

4. Kepemimpinan Dalam Masyarakat
Masyarakat artinya kumpulan dari orang-orang yang berserikat untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tertentu. Konsekuensi logis dalam kehidupan bermasyarakat adalah munculnya interaksi sesama manusia yang melahirkan dinamika kelompok masyarakat. Dalam dinamika interaksi tersebut biasanya ada satu atau beberapa orang yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi jalan pikiran anggota kelompok untuk tujuan-tujuan tertentu.
Dalam kelompok masyarakat, orang-orang yang dapat mempengaruhi tersebut biasanya disebut sebagai tokoh masyarakat atau pemuka masyarakat
.
5. Kepemimpinan Dalam Birokrasi
Kata Birokrasi berasal dari bahasa Belanda, bureucraat. Menurut Ensiklopedi Indonesia, birokrasi merupakan sebutan untuk pegawai (tinggi) pemerintah yang bertindak berdasarkan instruksi harfiah. Tidak menurut maksud yang dituju dan bertindak tanpa kebijaksanaan sedikitpun.
Kepemimpinan dalam birokrasi sifatnya adalah legal dan formal yang didasarkan atas legitimasi yang normatif. Seorang pemimpin formal diangkat berdasarkan surat keputusan, dia ditugaskan memimpin suatu lembaga tertentu dengan batas-batas wewenang.




B. Proses Kepemimpinan
1. Fungsi Kepemimpinan Dalam Organisasi
Ilmu diperlukan sebagai bekal untuk memimpin, sedangkan seni diperlukan untuk menerapkan ilmu tersebut sehingga pemimpin dapat berjalan dalam nuansa yang sejuk dan simpatik
Pengertian tersebut akan membekali kita dalam membicarakan tentang fungsi kepemimpinan dalam organisasi. Banyak hasil penelitian membuktikan bahwa secara psikologis terdapat hubungan yang tidak sederhana antara moral, etik, dan motivasi dengan produktivitas kerja.
Adapun fungsi pokok dari seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu sebagai administrator dan sebagai manajer, masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Fungsi Administrator dalam pelaksanannya dibagi dua, yaitu sebagai berikut :
a) Pengambil keputusan
b) Perumus Kebijaksanaan
Sebagai pengambil keputusan setiap pemimpin harus berorientasi pada prinsip-prinsip berikut :
1) Harus tepat dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
2) Harus cepat, jangan kdaluwarsa sehingag merugikan gerak organisasi dan anggota
3) Harus rasional, artinya dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan organisasi atau anggota
4) Harus dapat mempermudah tercapainya tujuan organisasi
Adapun sebagai perumus kebijaksanaan seseorang pemimpin harus berorientasi pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
1) Harus berdasarkan penelitian yang obyektif dan didukung oleh data dan fakta yang lengkap
2) Isi dan tujuan kebijaksanaan tidak bertentangan dengan sasaran dan haluan organisasi
3) Ditetapkan berdasarkan musyawarah sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang telah ditentukan
4) Untuk peristiwa yang sama kebijaksanaannya harus sama, walaupun objeknya berbeda.
2. Sebagai manajer, pemimpin harus berperan sebagai :
1) Perencana
2) Organisator
3) Pengarah
4) Pengawas
5) Penilai

2. Kepemimpinan Dalam Perubahan Sosial
Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan, karena tidak ada kekal di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Karenanya tidak ada satu masyarakat pun yang berhenti pada satu titik tertentu sepanjang masa.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dapat menyentuh dan menggeser nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang serta interaksi sosial, dan lain sebagainya.
Menurut Wibert E. Moore dalam bukunya yang berjudul Social Change mengatakan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat dunia dewasa ini merupakan gejala normal. Pengaruhnya dunia dewasa ini merupakan ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi modern.


3. Efektifitas Kepemimpinan
Prof. Dr. Gerungan dalam bukunya yang berjudul Psychologi Social, menyebutkan ada tiga syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang berhasil, yaitu sebagai berikut :
1) Ketajaman penglihatan sosial
Adapun yang dimaksud dengan ketajaman penglihatan sosial disini adalah suatu kemampuan untuk melihat dan mengerti gejala-gejala yang dimbul dalam masyarakat atau kehidupan sehari-hari, khususnya mengenai perasaan, tingkah laku, keinginan, dan kebutuhan-kebutuhan para anggota sesama organisasi. Kebutuhan-kebutuhan itu dapat berupa kebutuhan pokok atau kebutuhan pelengkap.
2) Kemampuan berfikir abstrak
Adapun yang dimaksud dengan kemampuan berfikir abstrak adalah pemimpin yang mempunyai otak yang amat cerdas, karena mimiliki abstrak itu dibutuhkan oleh seorang pemimpin untuk melihat, menafsirkan, dan menilai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh anggota organisasi.
3) Keseimbangan Emosional
Seseorang yang emosinya tidak stabil, jangankan akan menjadi pemimpin untuk orang lain, menenangkan diri sendiri saja tidak mampu. Seseorang pemimpin harus dapat menciptakan rasa tenang dan aman kepada mereka yang dipimpinnya. Hal ini hanya mungkin dilakukan apabila dia sendiri bersikap tenang dan aman, karena memiliki keseimbangan emosional.

4. Proses Komunikasi Dalam Kepemimpinan
Tidak dapat disangkal, bahwa komunikasi memegang peranan penting dalam hubungan antar manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup terlepas dari manusia lain.
Komunikasi merupakan suatu proses sosial yang sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia, karena masyarakat hanya bisa berfungsi melalui dan karena komunikasi. Tingkat intesitas hubungan antar manusia akan dapat diukur melalui seberapa jauh keterbukaan komunikasi yang dilakukannya.
Kehidupan manusia sehari-hari sangat dipengaruhi oleh pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi tersebut.


C. Tipologi Kepemimpinan

1. Kepemimpinan Tradisional
Secara harfiah kepemimpnan tradisional dapat diartikan sebagai suatu kepemimpinan yang lahir di tengah-tengah masyarakat primitif atau masyarakat yang baru tumbuh. Dalam masyarakat yang primitif konsep kepemimpinan akan muncul sebagai suatu jawaban dari kondisi objektif yang mereka alami, ketika suatu persoalan hidup dan kehidupan mereka mengalami kemandegan.
Dalam konteks ini corak kepemimpinan yang berkembang adalah dalam bentuk feodal, karena siapa yang mempunyai keberanian dia akan tampil ke depan, dan sekali merebut akan tetap mempertahankan bahkan mewariskan kepada keturunannya. Kepemimpinan corak ini berusaha untuk menyalurkan pemikiran dan tindakan pengikutnya ke arah mengagungkan beberapa kelompok.

2. Kepemimpinan Kharismatik
Tipologi kepemimpinan kharismatik ini diwarnai oleh indikator sangat besarnya pengaruh sang pemimpin terhadap para pengikutnya. Kepemimpinan seperti ini lahir karena pemimpin tersebut mempunyai kelebihan yang bersifat psikis dan mental serta kemampuan tertentu, sehingga apa yang diperintahkannya rasionalitas dan perintah tersebut. Jika dilihat lebih jauh seakan-akan antara pemimpin dengan pengikutnya seperti ada daya tarik bersifat kebatinan atau magic.
Biasanya dalam kepemimpina kharismatik, interaksinya dengan lingkuang lebih banyak bersifat informal. Karena dia tidak perlu diangkat secara formal dan tidak ditentukan oleh kekayaan, tingkat usia, bentuk fisik, dan sebagainya. Meskipun demikian, kepercayaan pun mempercayainya dengan penuh kesungguhan, sehingga dia sering dipuja dan dipuji bahkan dikultuskan. Sebab dalam kesehariannya dengan kewibawaannya yang cukup besar dia mampu mengendalikan pengikutnya tanpa memerlukan bantuan dari pihak lain.
Kepemimpinan kharismatik biasanya menggunakan gaya persuasif dan edukatif. Apabila dilihat dari kacamata administrasi dan manajemen sebenarnya kepemimpinan tipologi ini akan jauh lebih berhasil apabila kebetulan pemimpinnya mendapat kepercayaan pula sebagai pemimpin formal, baik dalam pemerintahan maupun dalam persatuan atau organisasi kemasyarakatan.

3. Kepemimpinan Rasional
Kepemimpinan dalam suatu organisasi hanya akan efektif, jika kepemimpinannya itu dapat diterima oleh pengikutnya. Oleh sebab itu, kepemimpinan harus diimbangi dengan nilai-nilai rasionalitas yang secara timbal balik diakui dan dibenarkan, baik oleh sang pemimpin maupun pengikutnya.
Salah satu bagian penting dari tugas pemimpin adalah pengembangan sumber daya manusia atau orang-orang yang dipimpin.

4. Kepemimpinan Otoriter
Tipologi kepemimpinan otoriter atau biasa juga disebut dengan istilah otokratis, biasanya tidak bertahan lama dan kalaupun akan bertahan hanya dilingkungan terbatas. Ketika masyarakat mulai berkembang dan maju, baik dalam arti pendidikan maupun ekonomi dan peradaban, sekaligus bersamaan waktunya kepemimpinan otoriter kan dijauhi oleh masyarakat.
Gaya kepemimpinan represif, inspektif, dan investivigatif merupakan tingkah lakunya sehari-hari. Gaya-gaya tersebut sekaligus membuktikan bahwa seorang pemimpinan yang otoriter adalah seorang yang hanya mengutamakan kehendak sendiri. Seolah-olah pada dirinya berhimpun dua kekuasaan, yaitu memberi perintah dan menentukan keputusan.

5. Kepemimpinan Demokratis
Ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran dalam melihat prototype kepemimpinan yang demokratis antara lain adalah sebagai berikut :
1) Menempatkan manusia dalam pandangan yang terhormat, mulia dan berpotensi.
2) Senantiasa berusaha mempertautkan atara kepentingan dan tujuan organisasi dengan tujuan dan kepentingan pribadi
3) Terbuka menerima kritik dan saran dari siapa saja
4) Berupaya menciptakan iklim yang kondusif dan mengutamakan kerja sama yang kompak
5) Mendorong bawahan untuk bebas berinisiatif, melalui kreativitas yang dinamis
6) Senantiasa membina diri untuk bisa berkembang sebagai pemimpin yang berwawasan luas, andal, dan berwibawa.
Kepemimpinan demokratis adalah tipologi yang paling tepat dan ideal untuk dikembangkan dalam organisasi yang modern. Pertimbangannya adalah karena lebih cocok dengan fitrah manusia dan mudah untuk diterapkan dalam semua lapisan baik masyarakat kota maupun masyarakat desa.
Secara filosofis corak kepemimpinan demokratis akan tergambar dalam tindakan dan perilaku kepemimpian antara lain sebagai berikut :
1) Pemimpin menghargai pengikutnya secara menyeluruh tanpa membeda-bedakan.
2) Pengambilan keputusan sangat berorientasi kepada keputusan kelompok, bukan hasil pemikiran dari seorang pemimpin saja.
3) Pola dialog menjadi kebutuhan dalam menumbuhkan inisiatif kelompok.
4) Tugas dan wewenang disesuaikan dengan ruang lingkup pekerjaan yang tersedia.
5) Memberi peluang yang luas kepada bawahan untuk berkembang sesuai dengan skill-nya
6) Selalu mengatakan bahwa keberhasilan yang dicapai adalah keberhasilan bersama (kelompok).

6. Kepemimpinan Tunggal
Dalam ilmu kepemimpinan dikenal istilah yang sama pengertiannya tetapi berbeda dalam penerapannya, yaitu pimpinan dan kepala.
Persamaan adalah sama-sama menghadapi atau memimpin sekelompok orang dan sama-sama mempunyai tanggung jawab tertentu dalam memimpin atau yang diberi amanah untuk melaksanakan suatu tugas pokok sesuai dengan fungsinya. Sedangkan dalam penerapannya secara operasional terdapat beberapa perbedaan yang sangat prinsipil, yaitu sebagai berikut :
1) Pimpinan
- Bertindak sebagai organisator dan koordinator
- Bertanggung jawab terhadap sekelompok yang dipimpinnya
- Merupakan bagian dari kelompoknya
- Kekuasaannya berasal dari kepercayaan anggota kelompok atau bawahannya
- Dipilih dan diangkat atas kemauan dan persetujuan anggota kelompoknya.
2) Kepala
- Bertindak sebagai penguasa
- Bertanggung jawab terhadap atasan, bukan kepada bawahan
- Tidak selalu merupakan bagian dari kelompoknya
- Kekuasaannya berpijak dari peraturan-peraturan
- Tidak dipilih, melainkan diangkat oleh atasan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.

7. Kepemimpinan Kolektif
Pengertian kolektif adalah bersama, jadi tipologi kepemimpinan yang kolektif bermakna bahwa kepemimpinan tidak dijalankan oleh orang seorang dalam kapasitas jabatan apa saja. Tetapi yang menonjol adalah kebersamaan, baik dalam memberikan penilaian terhadap hasil usaha dan pengawasan.

D. Kepemimpinan Dalam Islam
Istilah pemimpin dan kepemimpinan merupakan kesatuan kata yang sulit untuk dipisahkan, karena tiada pemimpin tanpa kepemimpinan, sedangkan kepemimpinan tidak akan berarti tanpa pemimpin. Istilah pemimpin itu sendiri secara etimologis berasal dari kata dasar “pimpin” (lead) berarti membimbing atau menuntun. Setelah diberi awalan “pe” maka menjadi “pemimpin” (leader). Artinya seorang yang mampu mempengaruhi orang lain melalui kewibawaan dan komunikasi untuk mencapai suatu tujuan


1. Prinsip Kepemimpinan Dalam Islam
Cukup banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah yang memberikan petunjuk tentang siapa yang disebut pemimpin, tugas dan tanggung jawabnya, maupun mengenai sifat-sifat atau perilaku yang harus dimiliki oleh seorang yang disebut pemimpin. Diantaranya beberapa ayat penjelas berikut ini : Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 30

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."


2. Sumber-sumber Kepemimpinan Dalam Islam
Terlaksananya suatu proses kepemimpinan denagn baik, diperlukan beberapa unsur antara lain pemimpin yang mempunyai kekuasaan, kewibawaan, dan popularitas yang tinggi. Konsep tujuan yang hendak dicapai dan pengikut yang dapat berkeja sama dengan baik, penuh semangat, dan dedikasi.
Semua unsur itu harus menggambarkan hubungan yang harmonis antara satu dengan lainnya. Sebab kekuasaan seorang pemimpin tidak berarti kewibawaan untuk mempengaruhi dan mengarahkan jalan pikiran pengikutnya.

3. Urgensi Pemimpin Dalam Komunitas Muslim
Dalam ajaran Islam urgensi pemimpin dalam komunitas muslim merupakan suatu kepastian, bahkan Rasulullah mengingatkan dalam batas dan wilayah yang sangat kecil sekalipun pemimpin itu sudah harus diadakan seperti Sabda beliau :Jika kamu bertiga maka pilihlah salah seorang sebagai pemimpin. Hadits ini mengisyaratkan bahwa jika dalam perjalanan saja perlu ada pemimpin, apalagi dalam komunitas yang jumlah relatif besar, dimana sangat banyak perkara yang muncul untuk diolah, dianalisis dan dikendalikan.

4. Model Kepemimpinan Rasulullah
Berbicara tentang model kepemimpian Rasulullah saw, yang merupakan rahamatan lil ‘alamin, pada hakikatnya adalah bicara tentang seorang tokoh pemimpin yang universal dan komprehensif, karena misi kepemimpinan Rasulullah saw tidak hanya tertuju kepada suatu kaum atau golongan.
Kepemimpinan rasulullah saw, sebagai suri teladan yang harus diikuti oleh umat Islam. Beliau memiliki akhlak yang agung dan mulia. Dengan keluhuran akhlak itulah beliau berdakwah, mengajak manusia menuju jalan yang diridhai Allah.
Model kepemimpinan Rasulullah saw, diawali dengan pembinaan akidah. Hal ini jelas sekali bahwa konsep dasar yang ditanamkan oleh Rasulullah pada periode Mekkah adalah membina akidah umat.
Dengan demikain, dapat dipahami bahwa masalah akidah adalah asas yang fundamental dalam Islam. Tanpa akidah yang koko, Islam seseorang tidak akan berarti.


BAB III

KESIMPULAN



Kepemimpinan rasulullah saw, sebagai suri teladan yang harus diikuti oleh umat Islam. Beliau memiliki akhlak yang agung dan mulia. Dengan keluhuran akhlak itulah beliau berdakwah, mengajak manusia menuju jalan yang diridhai Allah.
Model kepemimpinan Rasulullah saw, diawali dengan pembinaan akidah. Hal ini jelas sekali bahwa konsep dasar yang ditanamkan oleh Rasulullah pada periode Mekkah adalah membina akidah umat.
Dengan demikain, dapat dipahami bahwa masalah akidah adalah asas yang fundamental dalam Islam. Tanpa akidah yang koko, Islam seseorang tidak akan berarti.

Referensi :

Drs. RB. Khatib Pahlawan Kayo. 2005. Kepemimpinan Islam dan Dakwah. Jakarta : Amzah






A. Pengertian Observasi

Pengertian observasi dapat dirumuskan sebagai berikut :

“Observasi ialah metode atau cara-cara yang menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung”

cara atau metode tersebut dapat juga dikatakan dengan menggunakan teknik dan alat-alat khusus seperti blangko-blangko, checklist, atau daftar isian yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dengan demikian, secara garis besar teknik observasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

  1. Structured or controlled observation (observasi yang direncanakan, terkontrol)
  2. Unstructure or informal observation (observasi informasi atau tidak terencanakan lebih dahulu).

Pada structured observation, biasanya mengamat menggunakan blangko-blangko daftar isian yang tersusun, dan didalamnya telah tercantum aspek-aspek ataupun gejala-gejala apa saja yang perlu diperhatikan pada waktu pengamatan itu dilakukan.

Adaoun pada unstructurred observation, pada umumnya pengamat belum atau tidak mengetahui sebelumnya apa yang sebenarnya harus dicatat dalam pengamatan itu. Aspek-aspek atau peristiwanya tidak terduga sebelumnya.


B. Kedudukan Observasi di Dalam Evaluasi

Observasi merupakan metode langsung terhadap tingkah laku sampling di dalam situasi sosial, dengan demikian merupakan bantuan yang vital sebagai suatu alat evaluasi.

Melalui observasi, deskripsi objektif dari individu-individu dalam hubungannya yang aktual satu sama lain dan hubungan mereka dengan lingkungannya dapat diperoleh. Dengan mencatat tingkah laku ekspresi mereka yang timbul secara wajar, tanpa dibuat-buat, teknik observasi menjadi proses pengukuran (evaluasi) itu tanpa merusak atau mengganggu kegiatan-kegiatan normal dari kelompok atau individu yang diamati. Data yang dikumpulkan melalui observasi mudah dan dapat diolah dengan teknik statistik konvensional.

Jenis-jenis situasi sosial yang dapat diselidiki dengan observasi sangat luas, mencakup bermacam penelitian mengenai tingkah laku fisik, sosial dan emosional, dari mulai TK, SD, SMP sampai kepada pengamatan terhadap tingkah laku orang dewasa, di pabrik-pabrik, di kantor-kantor, di rumah, dalam kelompok diskusi, dan dalam situasi-situasi lain di masyarakat.

Dalam rangka evaluasi hasil belajar, observasi digunakan sebagai teknik evaluasi untuk menilai kegiatan-kegiatan belajar yang bersifat keterampilan atau skill. Misalnya untuk mengadakan penilaian terhadap murid-murid : bagaimana cara mengelas, membubut, menjahit pakaian, mengetik, membuat sambungan kusen pintu, dan menyambung kabel dan memasang alat-alat listrik. Dalam observasi ini guru menggunakan blangko daftar isian yang didalamnya telah tercantum aspek-aspek kegiatan dari keterampilan itu yang harus dinilai, dan kolom-kolom tempat membutuhkan check atau skor menurut standar yang telah ditentukan.


C. Situasi di dalam Observasi

Yesrild dan Meigs membagi situasi-situasi yang dapat diselidiki melalui observasi langsung itu menjadi tiga macam, yaitu :

1. Situasi bebas (free situation)

2. Situasi yang dibuat (manipulated situation)

3. Situasi campuran (partially controlled) gabungan dari kedua situasi tersebut.

Pada situasi bebas, klien yang diamati dalam keadaan bebas, tidak terganggu, dan tidak mengetahui bahwa ia atau mereka sedang diamati. Dengan observasi terhadap situasi bebas, mengamat dapat memperoleh data yang sewajar-wajarnya (apa adanya) tentang perisitiwa atau tingkah laku seseorang atau kelompok yang tidak dibuat-buat.

Pada situasi yang dibuat, pengamat telah sengaja membuat atau menambahkan kondisi-kondisi atau situasi-situasi tertentu, kemudian mengamati bagaimana reaksi-reaksi yang timbul dengan adanya kondisi atau situasi yang sengaja di buat itu. Misalnya dengan memberikan sesuatu yang dapat menimbulkan frustasi. Observasi yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan belajar yang bersifat keterampilan termasuk ke dalam jenis situasi (situasi yang dibuat).

Situasi campuran (partially controlled) adalah situasi dalam observasi yang merupakan gabungan dari kedua macam situasi tersebut diatas.

Tujuan-tujuan observasi dalam rangka evaluasi pendidikan pada umumnya untuk menilai pertumbuhan dan kemajuan murid dalam belajar, bagaimana perkembangan tingkah laku penyesuaian sosialnya, minat dan bakatnya dan seterusnya.


D. Cara-cara Mencatatkan Observasi

Ada dua cara pokok tentang mencatatkan observasi itu.

1. Unit-unit tingkah laku yang akan diamati dirumuskan atau ditentukan lebih dulu, dan catatan-catatan yang dibuat hanyalah mengenai aspek-aspek atau kegiatan yang telah ditentukan.

2. Kita mengadakan observasi tanpa menentukan lebih dulu aspek-aspek atau kegiatan-kegiatan tingkah laku yang akan diamati. Dengan demikian, menurut cara yang kedua kita dapat memperoleh data yang luas dan bervariasi (banyak macamnya)

Cara yang pertama biasa dilakukan dalam penyelidikan formal (formal studies), sedangkan cara yang kedua baik untuk digunakan bagi situasi-situasi informal. Dalam kegiatan evaluasi proses belajar-mengajar, kedua cara mencatatkan observasi tersebut diatas sering kali diperlukan dan dilakukan oleh guru-guru di sekolah


Referensi :

Drs. M. Ngalim Purwanto. M.P. 2008. Prinsip-prinsip evaluasi pengajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.




;;

Template by:
Free Blog Templates