11.09.2008

Perkembangan industri di daerah Jambi, dalam dua tahun, yakni 1996-1998 relatif maju pesat, baik dilihat dari unit usaha, tenaga kerja, investasi maupun produksinya. Pada tahun 1997 perusahaan di Jambi berjumlah sekitar 6.869 unit, tahun berikutnya (1998) menjadi 7.429 unit, terdiri dari perusahaan besar, sedang, kecil dan rumah tangga. Jumlah tenaga kerja (1997-1998) dari 52.300 orang menjadi 53.829 orang (mayoritas lulusan SD dan SLTP) dan investasinya dari Rp 8,20 trilyun menjadi Rp 8,34 trilyun. Jenis perusahaan yang ada antara lain industri minuman, makanan dan tembakau; industri tekstil, pakaian jadi dan kulit; industri pengolahan kayu dan rotan serta rumput-rumputan; industri kimia dan bahan dari kimia; industri logam dan mesin; industri bahan galian bukan logam; dan Iain-lain. Hasil produksi industri menengah dan kecil antara lain kerajinan kayu, sulaman, bordir, pengalengan udang beku, pengolahan ikan, pengolahan kayu, dan kerajinan rotan.

Perkembangan banyaknya usaha di Jambi (1996-1998) adalah sebagai berikut: pertambangan dan galian 4.099 unit; industri pengolahan 17.282 unit; listrik, gas dan air 408 unit; konstruksi bangunan 4.051 unit; perdagangan, hotel dan restoran 86.654 unit; pengangkutan dan komunikasi 15.217 unit; lembaga keuangan 837 unit; jasa-jasa dan real estate 16.442 unit. Jumlah totalnya adalah 144.990 unit.
Propinsi Jambi memiliki berbagai bahan tambang dan mineral, seperti batubara yang terdapat di Kabupaten Rantau Pandan, Bungo Tebo termasuk bahan galian lainnya yang sangat potensial untuk dikembangkan lagi, seperti minyak bumi, emas, biji besi, tembaga, kaolin, fospat, dan marmer.

Gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dicirikan oleh adanya akumulasi bahan organik dalam kurun waktu yang lama. Akumulasi ini terjadi dikarenakan lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan laju penimbunan bahan organik yang terdapat di lantai hutan lahan basah. Proses pembentukan gambut hampir selalu terjadi pada kondisi tergenang atau pada kawasan pantai yang basah dimana bahan organik dihasilkan dalam jumlah yang banyak.
Sebelum akhir era tahun 2000-an, fungsi lahan gambut telah banyak dikenal oleh berbagai kalangan sebagai suatu habitat lahan basah yang mendukung kehidupan flora dan fauna (keanekaragaman hayati) yang khas, pengatur sistem hidrologi (mencegah banjir saat musim hujan dan mencegah intrusi air laut saat kemarau), sumber nafkah pencaharian bagi masyarakat (misal diambil kayunya untuk rumah, industri, bahan makanan, obat-obatan dsb). Namun menjelang tahun 2000-an, dunia mulai menaruh perhatian yang lebih luas akan peranan gambut di muka bumi ini, yaitu sebagai habitat lahan basah yang mampu menyerap (sequester) dan menyimpan (rosot/sink) karbon dalam jumlah besar sehingga dapat mencegah larinya gas rumah kaca (terutama CO2), yang dapat berdampak terhadap perubahan iklim, ke atmosfer bumi.
Perhatian dunia yang semakin besar terhadap gambut tidak terlepas dari kesadaran bangsa-bangsa di dunia akan adanya perubahan iklim global yang akan berdampak sangat luas terhadap berbagai kehidupan di muka bumi ini. Hal demikian ditunjukan dari telah diratifikasinya Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) oleh berbagai negara, namun di tingkat pelaksanaannya (seperti tercantum dalam Protokol Kyoto) masih belum mendapat kesepakatan/dukungan yang memadai dari pihak-pihak negara tertentu.
Dari sekitar 450 juta ha luas lahan gambut yang terdapat di seluruh dunia, sekitar 12 % (atau 54 juta ha) berada di kawasan tropika basah, terutama di Asia, Karibia, Amerika Tengah, serta Afrika Selatan). Dari kawasan tersebut, Indonesia memiliki kawasan gambut tropika terluas, diperkirakan antara 16 dan 27 Juta hektar (50% dari luasan gambut tropika); terutama terdapat di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya, serta sedikit di Halmahera dan Sulawesi.
Mengingat adanya kebakaran hutan dan lahan (terutama gambut) yang sering terjadi di Indonesia (puncaknya pada tahun 1997/1998), maka keberadaan/luasan lahan gambut ini diduga telah jauh berkurang. Beberapa lahan gambut bekas terbakar tersebut (misal di Kalimantan Timur dan Jambi) di musim hujan tergenangi air dan membentuk habitat danau-danau yang bersifat sementara, namun di musim kemarau memperlihatkan hamparan terbuka yang gersang, dan dalam beberapa hal berpeluang untuk terbakar lagi.
Berkenaan dengan hal di atas, maka lokakarya ini merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi berbagai hal yang berkaitan dengan keberadaan lahan gambut di Indonesia.

POTENSI DAERAH

» HASIL HUTAN NON KAYU
Faktor yang mendukung :
o Potensi tumbuhan berkhasiat obat-obatan di Cagar Biosfer Bukit Dua Belas terdapat + 68 jenis (sebagai ilustrasi di Taman Nasional M. Betiri Jatim terdapat + 320 jenis.

o Banyak jenis hasil hutan yang dapat diusahakan antara lain : rotan, getah-getahan dan obat-obatan jadi alamnya (tanah, iklim, curah hujan) mendukung / cocok untuk tummbuh rotan, jelutung (getah jelutung) dan tanaman obat-obatan.

o Jumlah Ijin Produsen / pengumpul
§ Arang = 8 ijin
§ Getah-getahan = 13 ijin
§ Rotan = 19 ijin
o Potensi cukup tinggi, realisasi produksi tahun 1997/1998
§ Arang = 545 ton
§ Getah-getahan = 1.097,73 ton
§ Rotan ukuran besar = 809.454 batang
§ Rotan ukuran kecil = 630,654 ton
• Peluang untuk pengembangan :
Dapat dikembangkan industri furniture dan industri alat-alat rumah tangga dengan memanfaatkan potensi rotan yang ada dan budidaya rotan serta dapat pula dikembangkan industri kimia, industri kosmetik, industri cat dengan memanfaatkan potensi getah dan potensi tanaman obat yang cukup tinggi setiap tahunnya.
» LUAS AREAL UNTUK KEGIATAN PERKEBUNAN / AGRO FORESTRY
Faktor yang mendukung :
o Luas hutan yang sudah lepas untuk perkebunan + 326.650,78 Ha.
o Realisasi pembangunan kebun mencapai + 60% (seluas + 195.490 Ha). Sisa areal (belum dimanfaatkan) seluas + 130.660 Ha (+ 40%)


• Peluang untuk pengembangan :
o Dapat dikembangkan industri pengolahan yang mengolah 60% hasil kebun antara lain kelapa sawit, kopi, kayu manis, kelapa hibrida, dll.
o Masih memungkinkan pengembangan tanaman perkebunan.
» PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI
Faktor yang mendukung :
o Adanya rencana untuk mengaudit dan meredesign ke tiga jenis HPH dan HPHTI di atas dengan maksud agar areal itu dapat dimanfaatkan secara optimal.
o Hasil redesign antara lain:
Pada areal yang masih terdapat tegakan tinggal§ antara lain : Shrorea SP (meranti Sp) akan diperkaya dengan jenis tanaman serupa untuk suplai bahan baku face / back industri plywood.
Pada areal yang telah ditinggali sehingga§ berupa semak belukar akan ditanami dengan jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species) dengan maksud pada akhirnya dapat mensuplai bahan baku core industri plywood.
o Tersedianya areal eks HPH dan areal HPH serta HPHTI yang masih aktif cukup luas.


• Peluang untuk pengembangan :
o Dalam membangun HTI selain diharapkan menghasilkan kayu juga sekaligus menghasilkan O2 dan menyerap Carbon.
o Dapat dikembangkan pembangunan Hutan Tanaman Industri pada areal setelah diredesign dimaksud.

» PENGEMBANGAN INDUSTRI KAYU HILIR
Menurut statistik yang ada (yang bersumber di Kanwil Departemen Perindustrian dan Perdagangan) kayu olahan (sawn timber) yang diangkut keluar Jambi (antar Propinsi / Pulau) + 200.000 M3 / tahun, sedangkan kayu berupa moulding / wood working 50.000 M3 / tahun. Dengan demikian masih ada peluang di Propinsi Jambi untuk membangun industri kayu lanjutan (hilir) berupa wood working / moulding untuk mengolah kayu olahan (sawn timber) sebanyak + 200.000 M3 / tahun tersebut.

» PENGEMBANGAN POTENSI AIR MINUM / MINERAL ALAMI
Faktor yang mendukung :
o Konsumsi masyarakat terhadap air mineral sangat tinggi dan cenderung meningkat.
o Propinsi Jambi, khususnya Kabupaten Merangin dan Kerinci banyak mamiliki sumber air alami yang sangat potensial untuk diproduksi sebagai air minum / mineral dalam kemasan.
• Peluang untuk pengembangan :
Dapat dikembangkan menjadi industri air minum alami dengan memanfaatkan sumber air dari mata air alami yang banyak terdapat di Kabupaten Merangin dan Kerinci.
»

PENGEMBANGAN TANAMAN OBAT-OBATAN YANG BERASAL DARI HUTAN
Faktor yang mendukung
o Dari hasil penelitian di Taman Nasional Bukit Dua Belas ditemukan medika biotik 137 jenis yang terdiri dari 101 jenis tumbuhan obat, 27 jenis cendawan obat dan 9 jenis hewan obat yang dimanfaatkan oleh suku anak dalam.
o Ke-10 jenis tanaman obat itu mempunyai khasiat antara lain : obat demam, tonikum, perut kembung, malaria, penurun panas, reumatik, obat cacing, obat kuat, dsb.
o Keberadaam jenis flora pada hutan konservasi masih terjamin.
o Keragaman jenis flora mulai dari pegunungan sampai ke dataran rendah sangat tinggi.
o Telah ditemukan 10 jenis tanaman obat-obatan di Taman Nasional Bukit Dua Belas yang terletak di Kabupatem Batanghari dan Sarolangun antara lain : pulai, pinang, pasakbumi, petaling, kemenyan hitam, akar kunyit, dll.
• Peluang untuk pengembangan :
o Dapat dikembangkan industri farmasi dengan memanfaatkan potensi tanaman obat, cendawan obat dan hewan obat yang berlimpah
» PENGOLAHAN LANJUTAN LIMBAH KAYU
Faktor yang mendukung :
o Potensi limbah pembalakan dari HPH dan dari limbah Industri Pengolahan Kayu Hulu (IPKH) cukup tinggi setiap tahun masing-masing secara berurutan 500.000 M3 dan 450.000 M3.
• Peluang untuk pengembangan :
o Dan dapat pula dikembangkan industri perkayuan antara lain : panel kayu, energi biomasa, untuk pakan ternak dan ruminansia, dan produk kimia organik.
o Dapat dikembangkan industri pengolahan ilmiah antara lain industri MDF, pengrajin kayu, termasuk mainan anak-anak dan souvenir, industri batu bata / genteng dan arang kayu / briket arang.
» PENGRAJIN MEBEL TRADISIONAL
Faktor yang mendukung :
o Produknya yang unik (antik), ukiran alami dapat dikembangkan sebagai produk khas Jambi.
o Jenis produk yang beragam : kursi, meja, asbak, ikan, dll)
o Sumber daya manusianya telah profesional.
• Peluang untuk pengembangan :
Dapat dikembangkan indistri mebel / furniture dengan memanfaatkan tenaga yang profesional dan jenis kayu yang indah seperti tembesu, rengas, kempas, dll. Setelah pengrajin kayu dari Jambi belajar di Yogyakarta dan manfaatkan limbah kayu yang ada di Jambi ternyata dapat memproduksi segala bentuk souvenir dari kayu dan Jambi ke depan akan menjadi pusat kerajinan kayu.
»
POTENSI HUTAN UNTUK PERDAGANGAN KARBON
Faktor yang mendukung :
o Ada 8 unit HTI yang pengelolaannya tidak sungguh-sungguh seluas 101.860 Ha.
o Kawasan hutan di Propinsi Jambi masih dominan (42,73%) dari luas daratan (5,1 juta Ha) = 2.179.000 Ha.
o Potensi pengikatan karbon cukup besar terutama tersimpan pada :
§ Hutan Lindung 191.130 Ha.
§ Hutan Pelestarian Alam 648.720 Ha.
§ Hutan Suaka Alam 30.400 Ha.
o Sedangkan potensi karbon pada hutan produksi yang dikelola dengan menggunakan sistem silvikultur TPTI sedang diteliti oleh FMIPA-IPB bekerja sama dengan Departemen Kehutanan di Kabupaten Batanghari.
o Untuk selanjutnya kegiatan perdagangan karbon akan dikembangkan pada 7 eks areal HPH seluas 463.649 Ha dan ditambah areal HPH PT. INHUTANI V.
• Peluang untuk pengembangan :
Mempunyai potensi untuk mendapatkan dana sebagai hasil dari perdagangan karbon karena masih terdapat hutan yang masih utuh dan hutan bekas tebangan serta areal HTI yang kurang berhasil.
» POTENSI KAYU KARET TUA DAPAT DIKEMBANGKAN MENJADI INDUSTRI FURNITURE DAN INDUSTRI MDF
Faktor yang mendukung :
o Akan meningkatkan nilai tambah (added value) dan meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan.
o Kayu karet dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan.
o Luas kebun karet tua diperkirakan > 10.000 Ha.
o Potensi kayu karet tua cukup tinggi.
o Tersebar di berbagai wilayah.
• Peluang untuk pengembangan :
Dapat dikembangkan industri perkayuan memanfaatkan hasil karet tua yang diperkirakan lebih dari 10.000 Ha dengan jenis produksi antara lain vineer, moulding, paneling, papan lebar, papan artikel, mebel (meja, kursi, almari) dan sisanya untuk MDF.(Azr/)

2 komentar:

makopala dimitri jambi mengatakan...

wahh.. mantap..mantap...mantap... thank yah.. bs sedikit membantu tugas kuliah ku/..:x

AZR mengatakan...

sama2 sob...
mo sharing ja ma teman2 gitu....
sedikit banyak nambah wawasan

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates